Nama Chasan Sochib begitu tersohor di seantero Banten. Dia merupakan pemimpin kelompok Rau paling dominan di provinsi ini. Rau merujuk pada tempat tinggalnya di kompleks Pasar Rau.
Menurut hasil penelitian Okamoto Masaaki dan Abdul Hamid berjudul Jawara in Power, 1999-2007, Chasan memiliki pengaruh besar dalam kehidupan masyarakat Banten. "Dia begitu berpengaruh dalam banyak aspek kehidupan rakyat Banten," tulis Okamoto Masaaki dan Abdul Hamid.
Gelar pendidikannya mentereng. Dia kerap mencantumkan lengkap di depan namanya Prof. Dr.(HC) H. Tubagus Chasan Sochib. Seorang kerabat Chasan membenarkan dia pernah mengenyam pendidikan di Lembaga Pemasyarakan Nusa Kambangan, Cilacap, Jawa Tengah. Persoalannya sepele, dia berkelahi dan menewaskan lawannya.
"Benar memang, dia pernah di Nusa Kambangan. Saya lupa dulu berkelahi dengan siapa karena saya masih kecil," katanya. Sejak keluar dari Nusa Kambangan, Chasan mulai membangun bisnisnya sebagai pedagang beras.
Namun sayang, ayah dari Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah ini begitu berambisi sehingga memanfaatkan berbagai cara. "Saya dulu pernah menjabat direkturnya, tapi saya keluar, " katanya.
Anaka-anaknya juga mengikuti jejaknya. Jauh sebelum kasus penangkapan adik Atut, Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sudah mengendus sejak 2005 soal penyelewengan dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) di Kabupaten Serang, Banten.
Pada 2004, BPK menemukan penyimpangan Rp 1,8 miliar atau 0,45 persen dari realisasi APBD diperiksa Rp Rp 401 juta. Temuan itu mengindikasikan kerugian daerah Rp 72 juta. Kekurangan penerimaan Rp 892 juta dan uang kurang dapat dipertanggungjawabkan Rp 857 juta.
Setahun kemudian terdapat manipulasi Rp 3 miliar atau 0,8 persen dari realiasai APBD Rp 376 miliar. Penyimpangan terdiri dari kerugian daerah Rp 212 juta, kekurangan penerimaan Rp 1 miliar, dan uang kurang dapat dipertanggungjawabkan Rp 1.714.214.833,00.
"Penyimpangan itu terjadi karena SPI dirancang kurang memadai dan terdapat kelemahan dalam pelaksanaan SPI, khususnya pemisahan tugas kurang memadai, prosedur kerja kurang efektif, dan ketaatan asas tidak sepenuhnya dilaksanakan baik oleh para pelaksana atau penanggung jawab kegiatan berkaitan pengelolaan pendapatan daerah," demikian bunyi laporan BPK dari hasil pemeriksaan semester dua tahun anggaran 2005 atas pendapatan daerah Kabupaten Serang tahun anggaran 2004-2005.
Menurut berkas diperoleh
merdeka.com dari seorang penggiat antikorupsi di Kota Serang, terdapat 20 kasus dugaan rasuah melibatkan beberapa perusahaan milik keluarga Atut. Sangkaan penguasaan proyek merugikan keuangan negara itu telah dilaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Berikut rinciannya:
1 Dugaan korupsi pengadaan lahan untuk pembangunan kantor Samsat Serang tahun anggaran 2007 sebesar Rp 3,2 miliar.
2 Dugaan korupsi penyediaan prasarana dan sarana air minum untuk masyarakat berpenghasilan rendah di empat kabupaten/kota se-Banten tahun anggaran 2007 sebesar Rp 3 miliar.
3 Dugaan korupsi pembangunan Jalan Cibaliung-Cikeusik-Muara Binuangeun oleh PT PP (Persero) bekerja sama dengan PT Bali Pacific Pragama tahun anggran 2005 sebesar Rp 23,6 miliar.
4 Dugaan korupsi pembangunan jalan dalam kota di Rangkasbitung dan Pandeglang oleh PT Dini Contractor tahun anggaran 2005 sebesar Rp 4,3 miliar.
5 Dugaan korupsi pembangunan Jalan Cipulus-Warung Banten oleh PT Dini Contractor tahun anggaran 2006 sebesar Rp 3,3 miliar.
6 Dugaan korupsi pembangunan Jalan Cibaliung-Muara Binuangeun oleh PT Sinar Ciomas Raya Contractor tahun anggaran 2004 sebesar Rp 14,3 miliar.
7 Dugaan korupsi pembangunan Jalan Lingkar Rau oleh PT Sinar Ciomas Raya Contractor Rp 9 miliar.
8 Dugaan korupsi pembebasan lahan Kawasan Pusat Pemerintahan Provinsi Banten (KP3B) Rp 104 miliar.
9 Dugaan korupsi pengadaan obat fiktif pada Dinas Kesehatan Banten tahun anggaran 2004 sebesar Rp 1,1 miliar.
10 Dugaan korupsi pembangunan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Balaraja tahun anggaran 2006 sebesar Rp 14,1 miliar.
11 Dugaan korupsi pembangunan Jalan Barusatu-Jiput tahun anggaran 2008 oleh PT Buana Wardana Utama sebesar Rp 2,8 miliar.
12 Dugaan korupsi pengadaan alat-alat kesehatan pada Dinas Kesehatan Banten tahun anggaran 2006 senilai Rp 7,3 miliar.
13 Dugaan korupsi pembangunan gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Banten tahap kedua tahun anggaran 2006 oleh PT Sinar Ciomas Raya Contractor dengan dua kontrak, yakni Rp 17,5 miliar dan Rp 11,8 miliar.
14 Dugaan korupsi pengadaan lahan kantor penghubung Provinsi Banten di Jakarta tahun anggaran 2007 sebsar Rp 10,9 miliar.
15 Dugaan korupsi tunjangan perumahan gubernur dan wakil gubernur tahun anggaran 2003 sebesar Rp 3,4 miliar.
16 Dugaan korupsi pembangunan gedung DPRD Banten senilai Rp 62,5 miliar oleh PT Sinar Ciomas Raya Contractor tidak memiliki kemampuan teknis.
17 Dugaan korupsi pengadaan lima kendaraan dinas roda empat di Biro Perlengkapan Provinsi Banten tahun anggaran 2007 sebesar Rp 1,5 miliar.
18 Dugaan korupsi pembangunan jalan Kedaton-Pasar Kemis, Putat-Pasar Kemis, dan Jatake-Gadjah Tunggal tahun anggaran 2007 senilai Rp 4,6 miliar.
19 Dugaan korupsi pembangunan jalan poros desa kabupaten/kota di Provinsi Banten tahun anggaran 2007 sebesar Rp 17,5 miliar.
20 Dugaan pembangunan jalan Pakupatan-Palima dan Pontang-Kronjo-Mauk tahun anggaran 2007 oleh PT Bali Pacific Pragama dan PT TPU sebesar Rp 24,2 miliar.